Ketaatan Seorang Pemuda
Sejarah mencatat tidak pernah kaum
mukminin di masa kepemimpinan Islam mengangkat seorang pemimpin bagi mereka
dari kalangan selain Muslim. Ini karena Allah ta’ala telah memerintahkan yang demikian
dan mereka mentaatinya. Walaupun seorang pemimpin bukanlah manusia sempurna
yang bebas dari kesalahan, namun tetaplah akidah Islam menjadi fondasi utama
dalam kepemimpinannya.
Ketaatan kepada Allah adalah unsur
utama yang harusnya dimiliki manusia dalam kehidupan ini. Tanpanya manusia akan
berjalan tanpa arah mengikuti hawa nafsunya. Simaklah kisah berikut yang bisa
menjadi analogi sederhana terkait arti dari sebuah ketaatan.
Suatu hari seorang raja mengumpulkan
seluruh rakyatnya. Kemudian ia sodorkan kepada mereka sebuah gelas yang terbuat
dari berlian sembari berkata, “Bahkan jika kalian semua mengumpulkan harta
untuk membeli gelas berlian ini, kalian tidak akan pernah bisa membelinya. Ini
adalah benda termahal seantero negeri.”
Semua menatap kagum. Betapa mahal
dan indah gelas yang ada di hadapan mereka.
Sang raja melanjutkan, “Wahai
rakyatku, siapa diantara kalian yang bersedia untuk memecahkan gelas ini?”
Terkaget-kaget mereka mendengarnya.
“Duhai Baginda Raja, bagaimana mungkin kami tega memecahkan benda termahal
seantero negeri?” Kata salah seorang dari menteri kerajaan. Yang lain
mengangguk setuju.
“Benar, wahai raja, bukankah itu
pusaka negeri ini? Kami sekali-kali tak akan tega merusaknya.” Sahut yang
lainnya.
Suasana berubah gaduh, masing-masing
berbisik kepada teman di sampingnya.
Tak berselang lama, seorang pemuda
muncul dari kerumunan. Ia berjalan tenang, memberi hormat kepada raja, lantas
tanpa berbicara apa-apa, ia langsung ayunkan kapak di genggamannya. Maka
seketika gelas berlian itu pecah berkeping-keping.
Seketika itu pula orang-orang
berteriak memaki-maki, mereka benar-benar marah. Hampir-hampir mereka akan
mengeroyokinya jika saja raja tak segera menenangkan mereka.
“Wahai rakyatku, mari dengar dulu
alasan kenapa pemuda ini berani memecahkan gelas berlian itu?” Ujar sang raja.
“Wahai rajaku,” Kata si pemuda.
“Gelas berlian ini memang sangat mahal dan sangat penting, tapi perintahmu
untuk memecahkannya jauh lebih mahal dan lebih penting dari apapun.”
Sang Raja tersenyum. Betapa bijaknya
pemikiran si pemuda.
Ketahuilah, bagaimanapun baiknya
seseorang di mata manusia. Apapun asumsi manusia tentangnya. Jika Allah tidak
meridhoinya, adakah yang bisa kita lakukan untuk menentangnya? Allah bukan
sekedar raja sebuah negeri seperti kisah di atas. Dia adalah Penggenggam nyawa
manusia. Di tangan-Nya lah takdir manusia bahkan takdir suatu negeri.
Kesombongan manusia akan titah Allah hanyalah akan menjerumuskan manusia pada
kehancurannya sendiri. Allah berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا (١٤٤)
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG)
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang
nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” (QS. An-Nisa’ : 144)
Mari kembali kepada aturan Allah
yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Tidak ada sumber hukum terbaik selainnya.
Mulailah kita berusaha untuk menjadi sebaik-baik seorang mukmin.
Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar